STOP SELF DIAGNOSE
Penulis : Glory Sepsi Sinaga, S.Psi
Mood
aku berubah-ubah belakangan ini, ih pasti aku bipolar
Ih
aku jangan dikagetin gitu dong, aku orangnya gampang terserang panic attack
Gue
tuh kalau depan kalian, anaknya gak jaim gini, kalau depan bos gue pasti diem,
apa gue punya gangguan kepribadian ya?
Satu
kantor aku tuh, semuanya NPD deh, semuanya ngeselin bangett.
Kita
pasti sudah sering menemukan akun-akun ataupun platform mengenai kesehatan mental menjamur di berbagai sosial
media. Sehingga alih-alih memeriksakan diri ke psikiater atau psikolog,
beberapa orang lebih menyukai mencari tahu
sendiri dan mencocokkan apa yang mereka dapat kan dari internet. Memutuskan mendiagnosis diri sendiri dengan referensi –
referensi seadanya.
Apakah Soulmate LYS salah satunya?
Takut pergi ke dokter, takut akan hasil
konsultasi dengan dokter adalah sesuatu yang buruk, merupakan salah satu alasan
orang-orang sering melakukan diagnosi pada diri sendiri atau self diagnose.
Stigma negatif pada masyarakat bahwa pergi ke psikolog berarti‘Gila’ dan akan mendapatkan citra buruk
seperti gangguan jiwa atau sakit jiwa adalah alasan lainnya. Mungkin biaya atau
ekonomi menjadi penambah alasannya lainnya.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Imas Maskanah pada tahun 2022 yaitu Fenomena
Self-Diagnosis di Era Pandemi COVID-19 dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental,
menemukan bahwa latar belakang responden melakukan self diagnose yaitu karena
merasa penasaran dengan gejala yang dialami, bingung, tertekan dan tidak dapat
menahan emosi negatif. Sehingga, responden mencari informasi terkait keluhan
yang dialami dan membandingkannya dengan gejala suatu jenis gangguan kesehatan.
Sebagian besar responden mencari informasi kesehatan melalui akses internet.
Seperti halnya survei yang dilakukan oleh Change.org pada tahun 2021, bahwa saat ini lebih banyak
orang yang mengakses layanan kesehatan melalui internet dibandingkan
berkonsultasi dengan psikolog atau dokter di rumah sakit
Berikut
bahaya melakukan self diagnosis menurut kemenkes
· Under
diagnosis, mengabaikan penyakit yang sebenarnya berat sehingga berakibat
fatal
· Over
diagnosis, menjadi takut dan panik karena merasa sudah terkena penyakit
yang berat
·
Misdiagnosis, diagnosis yang salah yang berdampak pada penanganan yang
salah dan mencari pertolongan ke tempat yang tidak tepat
·
Salah terapi, berusaha sendiri mencari terapi yang tidak sesuai dengan
yang dibutuhkan
·
Stigma dan diskriminasi termasuk self stigma
Menurut Psikolog Persada
(2021), self diagnose pada kesehatan mental dapat membuat individu
|mengalami kecemasan berlebih. Individu yang mengalami gangguan kecemasan dapat
berperilaku tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak beralasan
terhadap objek atau kondisi kehidupan dan melakukan tindakan berulang-ulang
tanpa dapat dikendalikan (Diferiansyah dkk., 2016). Hal tersebut menunjukkan
bahwa self diagnose juga dapat
menjadi salah satu penyebab seorang individu mengalami gangguan kesehatan
mental.
Mari mulai dari sekarang
jangan pernah melakukan self diagnose baik untuk hal-hal yang berkaitan dengan
fisik maupun kesehatan mental. Ketiadakakuratan yang informasi-infomasi yang
tersedia dapat menimbulkan masalah baru lhoo, seperti yang telah dijelaskan
diatas. Menggunakan platform media sosial untuk mendiagnosis diri sendiri dapat
menyebabkan persepsi yang salah tentang kesehatan mental seseorang dan
akibatnya dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang tadinya tidak muncul. Kemudian, seseorang juga akan memberikan
intervensi yang salah sehingga memperburuk kondisi seseorang, merasakan ada
yang salah, yang tadinya semuanya berfungsi secra normal.
Referensi:
Diferiansyah,
O., Septa, T,. & Lisiswanti, R. (2016). Gangguan cemas menyeluruh. Jurnal
Medula Unila, 5(2), 63-68. https://juke.kedokteran.unila.ac.id/i JoPS: Journal
of Psychology Students, Vol.1 No.1 (2022): 1-10 Maskanah | 9
ndex.php/medula/article/view/1510 /pdf
Kembaren, d. L., & Bogor, d. M. (2022, SEPTEMBER
01). Bahaya Melakukan "Self Diagnosis" Gangguan Jiwa.
Retrieved from KEMNKES: DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KESEHATAN:
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1436/bahaya-melakukan-self-diagnosis-gangguan-jiwa
Maskanah, I. (2022). Fenomena Self-Diagnosis di Era Pandemi
COVID-19 dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental. JoPS: Journal of
Psychology Student, 1, 1-10.
Persada,
I. B. (2021, November 23). Dampak buruk self diagnosis gangguan kesehatan
mental. KlikDokter. https://www.klikdokter.com/infosehat/read/3653327/dampakburuk-self-diagnosis-gangguankesehatan-mental
Comments
Post a Comment