Fenomena Maladaptive Daydreaming



Penulis : Glory Sepsi Sinaga, S.Psi


Soulmate LYS pasti  familiar dengan ungkapan yang satu ini:


“The only solulu is be delulu 

until it’s trululu

 (Satu-satunya solusi adalah berkhayal sampai akhirnya jadi kenyataan)”


Pernahkah kamu menghabiskan waktumu untuk menghayal, membuat jalan cerita sendiri dan merasa itu adalah hal yang menyenangkan?

Melamun atau berimajinasi adalah hal yang mungkin biasa dilakukan oleh seseorang. Ketika berselancar di dunia maya, sebut saja misalnya  Instagram. Sering kali reels Instagram menampilkan video-video berisi beberapa aktor keren, idol kpop, atau video-video dari influencer yang good looking. Biasanya reels seperti ini akan dipenuhi ratusan atau ribuan komentar. Misalnya saja dari para perempuan akan menulis komentar,  “suamiku, calon aku, my honey, sayang aku dan lain-lain”. Atau beberapa reels yang menampilkan rumah mewah dengan penampakan alam yang sangat luar biasa, banyak bunga-bunga, dan sangat asri. Akan banyak komentar seperti my future home,  dan ungkapan-ungkapan harapan lainnya. Kalau masih sebatas ungkapan harapan dan sangat sadar ketika mengkhayalkan hal tersebut, masih bisa dianggap normal ya.

Bagimana jika ternyata mengkhayal atau melamun itu bukan lagi aktivitas normal, melainkan aktivitas yang berbahaya dan menyebakan kecanduan. Sampai semua aktivitas sehari-hari terganggu, tidak mau berinteraksi dengan siapapun, sampai mood  saja dipengaruhi oleh lamunan tersebut. Hal inilah yang disebut dengan  Maladaptive Daydreaming (MD).

Maladaptive Daydreaming (MD) adalah gangguan melamun/berkhayal berlebihan di mana individu secara adiktif terlibat dalam lamunan naratif dan emosional yang penuh khayalan selama berjam-jam (Bigelsen, Lehrfeld, Jopp, & Somer, 2016). Gangguan ini bisa menyebabkan masalah fokus dan konsentrasi  dan mengganggu produktivitas kerja maupun proses pembelajaran. Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Psychiatry, istilah Maladaptive Day dreaming pertama kali diperkenalkan oleh professor bernama Eli Somer yaitu seorang psikolog klinis yang bekerja untuk para penyintas kekerasan anak pada tahun 2002 (Octavian, 2020).

Sedangkan menurut Meadows yang menuliskan  artikel tentang Maladaptive Daydreaming itu sendiri pada tahun 2022 mendefinisikan,  Maladaptive daydreaming adalah sebuah kondisi dimana seseorang melamun secara rutin dan instensif sampai mengganggu kehidupan sehari-hari individu tersebut. Dapat disimpulkan bahwa maladaptive Daydreaming adalah bukan aktivitas melamun atau berkhayal yang normal, karena sudah mengganggu fungsi kehidupan individu secara tidak sadar. Intinya sudah sangat berbeda dengan mengkhayal pada umumnya ya Soulmate LYS. Perbedaannya ada dalam jangka waktu,  kedalaman  dan efek negatif dari lamunan tersebut.

Dalam studi dalam jurnal Frontiers in Psyhiatry disebutkan bahwa maladaptive daydreaming akan membuat ekspresi ketika melamun, seperti tertawa, menangis, dan berbicara pada dirinya sendiri. Namun kondisi maladaptive daydreaming berbeda dengan kondisi skizofrenia atau psikopat. Kondisi maladaptive daydreaming dapat mengetahui perbedaan antara lamunan dengan kenyataan, sedangkan skizofrenia tidak. Namun lebih jelasnya, maladaptive daydreaming dapat dikatakan sebagai fantasi yang luas sehingga menggantikan interaksi manusia dan/atau mengganggu fungsi akademik, interpersonal, atau keterampilan.

Individu yang terlibat dalam gangguan ini bisa saja sebagai respond mechanism terhadap gangguan mental lainnya, seperti kecemasan, depresi dan mungkin trauma yang pernah dialami. Individu tersebut merasa lebih aman di dunia lamunan sehingga melepaskan diri dari kenyataan dan mungkin membuat alur cerita sendiri, memainkan sebuah peran dalam lamuanan tersebut.

Prevalensi yang tepat belum ditemukan pada Maladaptive Daydreaming, sehingga sampai saat ini belum masuk gangguan mental yang tertera pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Tetapi kondisi ini tampaknya lebih umum terjadi pada orang yang mengalami kecemasan, depresi, atau gangguan obsesif-kompulsif. Ditemukan bahwa lebih dari setengah orang yang Maladptive Daydreaming  memiliki gangguan kesehatan mental (Summer & Bagot, 2024).

Sampai saat ini belum diketahui pengobatan secara official untuk Maladaptive Daydreaming. Soulmate LYS perlu memahami gelaja-gejala terlebih dahulu dan menemukan dukungan sosial untuk mengubah perilaku ini. Boleh banget untuk minta konsultasi bantuan para ahli,  dokter atau psikolog jika sudah merasa melamun berlebihan, adiktif sampai mengganggu produktivitas sehari-hari.

 

Referensi :

Bigelsen, J., Lehrfeld, J. M., Jopp, D. S., & Somer, E. (2016). Maladaptive daydreaming: Evidence for an under-researched mental health disorder. Consciousness and Cognition, 42, 254-266.

Octavian, Y. (2020). Disabilitas Psikososial dalam Sengkarut Hukum Ham. Jakarta Selatan: Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Tebet Timur Dalam.

Meadows, A. (2022, Maret 11). Maladaptive daydreaming. https://www.sleepfoundation.org/mental-health/maladaptive-daydreaming

 Somer, E. (2002). Maladaptive daydreaming: A qualitative inquiry. Journal of Contemporary Psychotherapy: On the Cutting Edge of Modern Developments in Psychotherapy, 32(2-3), 197–212.https://psycnet.apa.org/record/2002-11146-005

 Summer, J., & Bagot, D. K. (2024, February 28). Maladaptive Daydreaming: Symptoms, Diagnosis, and Tips. Retrieved from by Sleep Doctor: https://www.sleepfoundation.org/mental-health/maladaptive-daydreaming

 

 


Comments

Popular posts from this blog

Bedanya kebutuhan emosi pria dan wanita

Evaluasi dan Refleksi Diri, Caranya?

Apa Itu Conformity?