Fenomena Maladaptive Daydreaming
Penulis : Glory Sepsi Sinaga, S.Psi
Soulmate LYS pasti familiar dengan ungkapan yang satu ini:
“The only solulu is be delulu
until it’s trululu
(Satu-satunya solusi adalah berkhayal sampai akhirnya jadi
kenyataan)”
Pernahkah kamu menghabiskan
waktumu untuk menghayal, membuat jalan cerita sendiri dan merasa itu adalah hal
yang menyenangkan?
Melamun atau berimajinasi adalah hal yang mungkin biasa dilakukan oleh seseorang. Ketika berselancar di dunia maya, sebut saja misalnya Instagram. Sering kali reels Instagram menampilkan video-video berisi beberapa aktor keren, idol kpop, atau video-video dari influencer yang good looking. Biasanya reels seperti ini akan dipenuhi ratusan atau ribuan komentar. Misalnya saja dari para perempuan akan menulis komentar, “suamiku, calon aku, my honey, sayang aku dan lain-lain”. Atau beberapa reels yang menampilkan rumah mewah dengan penampakan alam yang sangat luar biasa, banyak bunga-bunga, dan sangat asri. Akan banyak komentar seperti my future home, dan ungkapan-ungkapan harapan lainnya. Kalau masih sebatas ungkapan harapan dan sangat sadar ketika mengkhayalkan hal tersebut, masih bisa dianggap normal ya.
Bagimana
jika ternyata mengkhayal atau melamun itu bukan lagi aktivitas normal,
melainkan aktivitas yang berbahaya dan menyebakan kecanduan. Sampai semua
aktivitas sehari-hari terganggu, tidak mau berinteraksi dengan siapapun, sampai
mood saja dipengaruhi oleh
lamunan tersebut. Hal inilah yang disebut dengan Maladaptive Daydreaming (MD).
Maladaptive
Daydreaming (MD) adalah gangguan melamun/berkhayal
berlebihan di mana individu secara adiktif terlibat dalam lamunan naratif dan
emosional yang penuh khayalan selama berjam-jam
Sedangkan menurut Meadows yang menuliskan artikel tentang Maladaptive Daydreaming itu sendiri pada tahun 2022 mendefinisikan, Maladaptive daydreaming adalah sebuah kondisi dimana seseorang melamun secara rutin dan instensif sampai mengganggu kehidupan sehari-hari individu tersebut. Dapat disimpulkan bahwa maladaptive Daydreaming adalah bukan aktivitas melamun atau berkhayal yang normal, karena sudah mengganggu fungsi kehidupan individu secara tidak sadar. Intinya sudah sangat berbeda dengan mengkhayal pada umumnya ya Soulmate LYS. Perbedaannya ada dalam jangka waktu, kedalaman dan efek negatif dari lamunan tersebut.
Dalam
studi dalam jurnal Frontiers in
Psyhiatry disebutkan bahwa maladaptive daydreaming akan
membuat ekspresi ketika melamun, seperti tertawa, menangis, dan berbicara pada
dirinya sendiri. Namun kondisi maladaptive daydreaming berbeda dengan kondisi
skizofrenia atau psikopat. Kondisi maladaptive daydreaming dapat mengetahui
perbedaan antara lamunan dengan kenyataan, sedangkan skizofrenia tidak. Namun
lebih jelasnya, maladaptive daydreaming dapat dikatakan sebagai fantasi
yang luas sehingga menggantikan interaksi manusia dan/atau mengganggu fungsi
akademik, interpersonal, atau keterampilan.
Individu
yang terlibat dalam gangguan ini bisa saja sebagai respond mechanism terhadap
gangguan mental lainnya, seperti kecemasan, depresi dan mungkin trauma yang
pernah dialami. Individu tersebut merasa lebih aman di dunia lamunan sehingga
melepaskan diri dari kenyataan dan mungkin membuat alur cerita sendiri, memainkan
sebuah peran dalam lamuanan tersebut.
Prevalensi
yang tepat belum ditemukan pada Maladaptive Daydreaming, sehingga sampai saat
ini belum masuk gangguan mental yang tertera pada Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM-5). Tetapi kondisi ini tampaknya lebih umum
terjadi pada orang yang mengalami kecemasan, depresi, atau gangguan
obsesif-kompulsif. Ditemukan bahwa lebih dari setengah orang yang Maladptive
Daydreaming memiliki gangguan kesehatan
mental
Sampai
saat ini belum diketahui pengobatan secara official untuk Maladaptive
Daydreaming. Soulmate LYS perlu memahami gelaja-gejala terlebih dahulu dan
menemukan dukungan sosial untuk mengubah perilaku ini. Boleh banget untuk minta
konsultasi bantuan para ahli, dokter
atau psikolog jika sudah merasa melamun berlebihan, adiktif sampai mengganggu
produktivitas sehari-hari.
Referensi :
Bigelsen, J., Lehrfeld, J. M., Jopp, D. S., &
Somer, E. (2016). Maladaptive daydreaming: Evidence for an under-researched
mental health disorder. Consciousness and Cognition, 42, 254-266.
Octavian, Y. (2020). Disabilitas
Psikososial dalam Sengkarut Hukum Ham. Jakarta Selatan: Lembaga Bantuan
Hukum Masyarakat Tebet Timur Dalam.
Meadows, A. (2022, Maret 11). Maladaptive daydreaming.
https://www.sleepfoundation.org/mental-health/maladaptive-daydreaming
Somer, E. (2002). Maladaptive
daydreaming: A qualitative inquiry. Journal of Contemporary Psychotherapy: On
the Cutting Edge of Modern Developments in Psychotherapy, 32(2-3),
197–212.https://psycnet.apa.org/record/2002-11146-005
Comments
Post a Comment