Konsep Diri Positif pada Korban Body Shaming, Apakah Sebuah Solusi?


Oleh : Gita Rianti Daningsari Pratiwi, S.Psi

Halo Soulmate LYS, Bagaimana kabarnya? Semoga selalu sehat dan bahagia dimanapun berada aamiin. Kali ini kita akan membahas mengenai Body Shaming loh. Yuk simak sampai selesai!

Body Shaming menjadi salah satu isu kesehatan mental yang menjadi perhatian banyak pihak. Bagaimana tidak? Body shaming saat ini seringkali dikemas dalam wujud candaan sehari-hari. 

Misalnya saja, kalau ada Soulmate LYS yang pernah dikomentari terkait penampilan fisik seperti “Kok sekarang gendutan ya? Atau, sekarang agak gelap nih kayaknya gara-gara kebanyakan main panas-panasan (hehe), hidungnya mancung deh, mancung ke dalem hehe (lagi), artinya Soulmate LYS sudah menjadi salah satu korban dari body shaming loh meskipun kata-katanya terlihat seperti bercanda namun secara tidak langsung inilah yang disebut dengan Body Shaming.

Memangnya Body Shaming itu apa sih? Istilah body shaming sendiri ditujukan untuk mengejek mereka yang memiliki penampilan fisik yang dinilai cukup berbeda dengan Masyarakat pada umumnya. Body shaming membuat seseorang merasa tidak nyaman dengan penampilannya. 

Body shaming nyatanya mencakup beberapa hal yang terdapat pada tubuh. Berikut ini adalah bentuk-bentuk dari perilaku body shaming (Erin, 2016) : 

  1. Fat Shaming

Jenis body shaming ini adalah yang paling populer. Artinya, yang dikomentari adalah orang-orang yang memiliki badan gemuk atau plus size.

  1. Skinny/Thin Shaming

Kebalikan dari fat shaming namun memiliki dampak negatif yang sama. Bentuk body shaming ini lebih diarahkan pada Perempuan, seperti mempermalukan seseorang yang memiliki badan kurus atau terlalu kurus.

  1. Rambut Tubuh

Bentuk body shaming ini berupa menghina seseorang yang dianggap memiliki rambut-rambut berlebih di tubuh.

  1. Warna Kulit

Bentuk body shaming ini berupa mengomentari warna kulit, seperti kulit yang terlalu pucat atau gelap.

Nah, setelah mengetahui bentuk-bentuk body shaming, selanjutnya yang perlu diketahui adalah dampak psikologis dari Body Shaming. Apa saja ya? 

  1. Kegelisahan (Anxiety)

Kegelisahan diartikan sebagai kecemasan, kekhawatiran ataupun ketakutan. Korban Body Shaming akan mengalami kegelisahan terkait komentar mengenai fisiknya. Muncul pemikiran-pemikiran negatif yang membuat gelisah, cemas bahkan mengurangi rasa percaya diri.


  1. Depresi (Depression)

Depresi merupakan gangguan suasana perasaan, perubahan nafsu makan dan pola tidur, penurunan berat badan yang signifikan serta ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan. Dampak dari depresi ini juga akan memberikan perasaan tidak aman dan nyaman karena para korban selalu dibayangi perasaan takut, terintimidasi, merasa rendah diri dan tidak berharga di lingkungan.


  1. Ide Bunuh Diri

Seseorang yang menjadi korban body shaming secara terus menerus hingga akhirnya berada di fase depresi, pada akhirnya akan memiliki ide untuk bunuh diri. Fase ini merupakan sebuah proses yang dilalui tanpa melakukan aksi atau tindakan, hanya berupa seseorang yang tidak mengungkapkan pikirannya untuk bunuh diri. Jika tidak ditangani, maka kemungkinan akan meningkatkan resiko melakukan bunuh diri.


  1. Bunuh Diri

Tindakan bunuh diri dipandang sebagai tindakan yang paling personal, artinya faktor yang melatarbelakangi seseorang melakukan tindakan bunuh diri hanya berupa faktor psikologis. Keputusan untuk melakukan bunuh diri biasanya tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Dalam kasus body shaming, seseorang yang menjadi korban terus menerus akan merasakan dampak psikologis yang luar biasa hingga akhirnya memutuskan untuk bunuh diri. 

Mengerikan ya Soulmate LYS? Ternyata Body Shaming juga bisa memicu ide bunuh diri pada seseorang yang secara terus menerus menjadi korban loh! Lalu, apakah ada solusinya? 

Menjadi korban bullying tentu saja menjadi hal yang menakutkan bagi kebanyakan orang karena terkadang beberapa hal yang terjadi tidak dapat dikendalikan oleh diri kita sendiri. Apalagi jika bullying tersebut dilakukan oleh orang-orang yang memang sudah tidak memiliki rasa empati dan simpati pada sesama. 

Salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh korban bullying adalah dengan membentuk konsep diri yang positif. Memangnya konsep diri itu apa sih?

Konsep diri merupakan pemahaman mengenai diri sendiri yang muncul akibat interaksi dengan orang lain. Konsep diri menjadi faktor yang menentukan dalam komunikasi kita dengan orang lain (Riswandi, 2013).

Konsep diri berperan sebagai perlindungan diri (self defense) terhadap pesan-pesan negatif yang diterima melalui media. Hal ini menjadi faktor penentu apakah pesan mengenai body shaming akan langsung diinternalisasi atau tidak.

Seseorang yang memiliki konsep diri positif pada dasarnya memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut :

  1. Memiliki keyakinan untuk menyelesaikan permasalahan

  2. Merasa setara dengan orang lain

  3. Menerima pujian dari orang lain tanpa rasa malu

  4. Memiliki kesadaran bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh Masyarakat

  5. Mampu memperbaiki diri karena dapat mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disukai serta mengubahnya.

Jadi, apakah konsep diri positif akan menjadi solusi bagi para korban body shaming? Tentu saja iya. Jika seseorang memiliki konsep diri yang positif serta didukung oleh kepercayaan diri yang baik maka orang tersebut tidak akan terpengaruh oleh pesan body shaming. Kenapa? Karena mereka meyakini bahwa setiap individu memiliki ciri khas masing-masing dan setiap yang sudah ada pada diri sendiri adalah anugrah yang telah diberikan oleh sang pencipta. 


Referensi : 

Atsila,R.I., Satriani, Imani., & Adinugraha, Yogaprasta. (2021). Perilaku Body Shaming dan Dampak Psikologis pada Mahasiswa Kota Bogor. Jurnal Komunikatif, 10 (1), 84-101.

Rahmwati, Nella., Zuhdi, M.S. (2022). Pengaruh Body Shaming Terhadap Kepercayaan Diri Mahasiswa di Universitas Ali Sayyid Rahmatullah Tulungagung. Jurnal Ilmiah, 5(1), 27-33

Erin, Cameron. (2016). The Fat Pedagogy Reader: Challenging Wight-based Oppression Thorugh Critical Education. New York : Peter Lan Publishing.Inc

Riswandi. (2013). Psikologi Komunikasi. Yogyakarta : Graha Ilmu


Comments

Popular posts from this blog

Bedanya kebutuhan emosi pria dan wanita

Evaluasi dan Refleksi Diri, Caranya?

Apa Itu Conformity?