“Jika aku sudah sukses, barulah aku bisa cintai diriku sendiri!” Apa iya?
“Jika aku sudah sukses, barulah aku bisa cintai diriku sendiri!” Apa iya?
PENULIS: Rania Hendradwiputri, S.Psi
Kebanyakan orang berpikir, “jika aku sudah sukses, barulah aku bisa puas pada diriku sendiri”. “Jika aku masih terlalu banyak kegagalan, aku tidak bisa mencintai diriku sendiri. Aku masih payah dan tidak bisa dibanggakan”. Dengan kata lain, seseorang barulah akan bisa mencapai kepuasan pada diri sendiri, penerimaan pada diri sendiri, cinta pada diri sendiri jika mereka mempersepsikan diri mereka telah sukses menjalani hidup. Akan tetapi, apakah demikian? Apakah benar kita harus sudah menikah, sudah bekerja, memiliki uang yang banyak, memiliki anak, lulus dari kampus unggulan, pernah pergi ke luar negeri, memiliki rumah yang bagus dan mobil yang mahal, barulah kita bisa menerima diri kita sendiri? Apakah penerimaan diri sendiri barulah bisa dicapai jika kita telah mencapai banyak kesuksesan?
Jawabannya tidak. Menurut Suardhika (2017), pemahaman seperti itu hanya akan menciptakan cinta yang bersyarat, atau istilah psikologinya conditional love. Jika kita tidak memenuhi syarat tersebut, dalam kasus ini adalah kesuksesan, maka kita akan berakhir menyalahkan diri kita sendiri dan membenci diri kita sendiri mengapa kita tidak bisa mencapai kesuksesan itu. Bahkan, kita akan tumbuh menjadi pribadi yang senantiasa memforsir energi kita, waktu kita, dan kesehatan kita, baik fisik maupun mental, bahkan orang-orang tersayang di sekitar kita dalam rangka mencapai kesuksesan tersebut, hingga tanpa sadar kita akan tumbang dengan sendirinya. Kita akan rawan mengalami pelbagai gangguan psikologis dan tentu saja, penyakit fisik akan bermunculan. Apakah itu yang kita inginkan?
Maka, semestinya kita menumbuhkan self-acceptance terlebih dahulu (Suardhika, 2017). Dengan menumbuhkan penerimaan terhadap diri sendiri terlebih dahulu, baik kelebihan maupun kekurangan kita, kita akan dapat mencapai kesuksesan dengan cara yang lebih sehat, baik secara fisik maupun mental. Kita akan mengakui keberadaan kelebihan dan kekurangan kita, mengenali secara saksama kelebihan dan kekurangan kita, mempertahankan kelebihan kita dengan melakukan berbagai macam tips untuk meningkatkan penguasaan kita terhadap kelebihan tersebut, dan memikirkan cara yang paling tepat untuk menanggapi kekurangan kita. Apakah kekurangan kita masih dapat ditingkatkan, semisal kita memiliki kekurangan dalam public speaking? Kita bisa mengikuti training atau seminar tentang public speaking untuk mempertajam ilmu. Atau, apakah kekurangan kita adalah sesuatu yang sudah tidak dapat diubah lagi sebab sudah permanen? Kita dapat belajar beradaptasi dengan kekurangan tersebut, sebagai contoh kita punya maag. Dengan kata lain, supaya maag kita tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, kita mengurangi konsumsi makanan pedas dan asam.
Sebuah studi yang dilakukan Chitra dan Karnan (2017) mengungkapkan bahwa orang dengan self-acceptance yang tinggi akan memiliki pikiran yang lebih positif dalam mencapai kesuksesan. Mereka dapat mengenali kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki dengan baik dan benar, serta tidak sering menyalahkan diri mereka sendiri atas kegagalan di tengah perjalanan mereka menuju kesuksesan. Menurut Suardhika (2017), self-acceptance menumbuhkan rasa syukur dalam diri kita. Dengan rasa syukur ini, muncul kekuatan untuk mencapai kesuksesan yang optimal, dengan usaha meningkatkan kelebihan dan beradaptasi atau memperbaiki kekurangan diri.
Diharapkan kita dapat menjalani hidup secara sehat mental, tidak perlu mengorbankan banyak hal dalam mencapai kesuksesan. Kita masih dapat memiliki tubuh yang sehat, waktu untuk bersenang-senang, sosialisasi dengan orang lain, dan energi yang banyak dalam menjalani hidup sekaligus sambil berjuang meraih mimpi kita masing-masing. 😊❤️✨
SUMBER REFERENSI
Chitra, D. & Karnan, P. (2017). A STUDY ON SELF-ACCEPTANCE AND ACADEMIC ACHIEVEMENT AMONG HIGH SCHOOL STUDENTS IN VELLORE DISTRICT. International Journal of Educational Science and Research (IJESR), 7(2), 83-92.
Suardhika, G. (2017, 22 August). Mencari Sumber Percaya Diri: Self-acceptance Atau Achievement? Produktivitas Diri. Retrieved from https://produktivitasdiri.co.id/mencari-sumber-percaya-diri-self-acceptance-atau-achievement/
Comments
Post a Comment