AGREEABLENESS (KEBAIKAN HATI) DAN FORGIVENESS
Pernah ngga sih merasa kesal dengan orang lain? Tentu saja itu pernah terjadi ya. Boleh kok kesal kepada orang lain tapi kita harus ingat untuk memaafkannya ya, tidak berlarut larut dengan kebencian yang kita miliki dalam pikiran dan hati kita sendiri. Nah, pemaafan merupakan perilaku yang harus kita miliki loh, karena sikap pemaaf itu bisa memperbaiki hubungan yang tidak menyenangkan dengan orang lain. Kenapa seperti itu ya? Begini, ketika kita belajar untuk memaafkan orang lain itu sama dengan kita telah bersedia untuk meninggalkan hal-hal yang tidak menyenangkan yang bersumber dari hubungan interpersonal dengan orang lain itu, serta berusaha untuk menumbuhkan pikiran, perasaan dan hubungan yang lebih positif dengan orang yang telah kita nilai melakukan kesalahan kepada kita.
Hal yang harus kita tanamkan kepada diri kita masing-masing adalah meyakinkan diri kalau kita bisa melewati masa storm and stress jika kita merasa mampu dan lebih peduli kepada orang lain dengan mampu memaafkan kesalahan orang lain yang telah diperbuat kepada kita. Sakit hati dan marah adalah hal yang wajar untuk dirasakan, namun kita harus sadar pula bahwa setiap orang pasti tidak akan luput dari salah karena tidak ada individu yang diciptakan dengan sempurna di muka bumi ini. Bahkan tanpa kita sadari tindakan memaafkan justru dapat menciptakan kepuasan emosional dan dapat menumbuhkan emosi positif loh untuk individu yang melakukan memaafkan ini.
Pemaafan atau forgiveness dibagi menjadi dua dimensi yaitu :
Intrapsikis, dimensi ini melibatkan keadaan emosional, kognitif, dan perilaku pada korban, biasanya muncul dari pengalaman sebagai korban tindak pelanggaran. Pemaafan pada demensi ini bisa disebut dengan pemaafan yang sungguh-sungguh terjadi pada pelaku, karena tidak mensyaratkan apapun pada dirinya sendiri. Namun penekanan yang terlalu berat pada dimensi ini akan berpotensi menimbulkan resiko yang serius, yaitu mengaburkan pemahaman umum mengenai objektivitas atau status sebuah pelanggaran.
Interpersonal, dimensi ini melibatkan hubungan yang sedang berlangsung dimana pemaaf mengambil peranan penting dalam proses pemulihan hubungan sosial, terlepas berhasil atau gagalnya seseorang dimaafkan oleh korban. Pemaafan yang semu terbatas pada dimensi interpersonal yang ditandai oleh adanya perilaku memperlakukan orang-orang yang menyakitinya secara wajar tetapi masih tulus adalah kesadaran diri sendiri untuk melepaskan keinginan untuk membalas dendam dan mewujudkannya dalam respons rekonsiliasi.
Aspek-aspek pemaafan dibagi menjadi tiga yaitu :
Pemaafan diri sendiri
Pemaafan pada diri sendiri adalah saat keadaan dimana seseorang dapat melepaskan dirinya (menerima) atas kesalahan yang dilakukan, maupun menghentikan segera pikiran-pikiran, perasaan- perasaan, ucapan-ucapan, atau tindakan-tindakan menyalahkan diri sendiri, mampu memahami dan menerima kesalah yang pernah dilakukan, belajar menjadi lebih baik lagi setelah memahami pengalaman buruk yang terjadi, serta dapat merasa nyaman kembali seiring berjalannya waktu.
Pemaafan pada orang lain
Pemaafan yang tidak hanya sekadar ucapan maaf antara kedua belah pihak. Akan tetapi lebih dari pengambilan keputusan terkait apa yang dilakukan selanjutnya akan seperti apa. Pemaafan terhadap orang lain dipandang sebagai suatu proses dimana ada keterlibatan berkelanjutan melalui reaksi interpersonal, serta mengembangkan dan memelihara hubungan sosial dalam kesalahan interpersonal.
Pemaafan pada situasi
Pemaafan pada situasi dianggap unik karena situasi diasumsikan sebagai tanggapan negatif bagi orang yang mempunyai masalah yang serius pada situasi tertentu. Seperti situasi yang tidak dapat dikendalikan oleh dirinya sendiri seperti penyakit, nasib, bencana alam, perasaan marah, sedih dan pikiran mengenai situasi yang telah menghancurkan hidupnya sendiri dan menganggap hidupnya tidak layak lagi.
Setiap orang memiliki kepribadian agreeableness (kebaikan hati) yang sudah tertanam dalam dirinya loh. Agreeableness (kebaikan hati) merupakan gabungan dari altruism, empati, kemurahan hati dan perhatian. Nah agreeableness atau kebaikan hati ini adalah bagian dari suatu sistem motivasional seseorang yang berasal dari proses regulasi diri di mana seseorang terdorong untuk mendapatkan kedekatan, persatuan dan solidaritas dengan kelompoknya.
Kita bisa melihat sosok yang memiliki agreeableness dengan tergambar sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu, dan begitu penyayang. Gambaran ini dilihat dengan individu yang memiliki interaksi lebih tinggi dengan keluarga dan jarang memiliki konflik dengan teman atau lawan jenisnya.
Apa ya hubungan antara agreeableness dengan forgiveness?
Hubungan kepribadian agreeableness (kebaikan hati) dan pemaafan dapat dilihat dari kepercayaan (trust) yang dibangun oleh seseorang kepada orang lain. Misalnya, ketika dalam hubungan persahabatan terjadi pertengkaran. Salah satu dari dua orang yang bertengkar itu memiliki sifat kebaikan berupa rasa percaya kepada temannya. Maka secara kognitif dirinya bisa langsung memaafkan kesalahan yang telah diperbuat oleh temannya sendiri. Itu karena seseorang yang memberikan maaf kepada sahabatnya sendiri, disebabkan adanya rasa percaya satu sama lain dari awal mereka menjalin hubungan persahabatan.
Maka, dapat disimpulkan semakin tinggi sifat agreeableness (kebaikan hati) maka akan semakin tinggi pula tingkat forgiveness (pemaafan) yang dimiliki oleh seseorang. Sebaliknya, semakin rendah sifat agreeableness (kebaikan hati) yang dimiliki, maka akan semakin rendah pula tingkat forgiveness (pemaafan) yang dimiliki oleh seseorang.
SUMBER REFERENSI
Nashori, F. (2014). Psikologi pemaafan. Yogyakarta: Safiria Insania press.
Bajwa, M. J. & Khalid, R. (2015). Impact of personality on vengeance and forgiveness in young adults. Journal of Psychologyand clinical Psychiatry, 2(5), 1-5.
Cardak, M. (2013). The relationship between forgiveness and humility: A case study for university students. Journal Academi, 8(8), 425-430.
Enright, R. (2012). The forgiving a pathway to overcoming resentment and creating a legacy of love life. Washington DC: American Psyhological Association.
Comments
Post a Comment