HUBUNGAN PENERIMAAN DIRI DAN RESILIENSI
Pernah ngga sih dalam hidupmu merasa kalah atau terpuruk? Saat hal - hal terburuk terjadi padamu, apa sih yang kamu lakukan? Beberapa dari kita tentu saja akan berupaya untuk kembali bangkit, atau ada juga yang mungkin akan memilih untuk pasrah saja dan benar -benar diam saat terjatuh.
Apakah kamu tahu saat seseorang yang sedang berusaha untuk bangkit dari situasi terburuknya itu, saat itulah kita dapat melihat resiliensi seseorang. Wah, apa sih resiliensi itu sebenarnya?
Resiliensi ialah kemampuan seseorang untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap hal berat yang terjadi atau masalah yang terjadi dalam kehidupannya. Bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan atau trauma yang dialami dalam kehidupannya. Resiliensi ini terlihat saat seseorang tidak akan membiarkan masalah yang sangat besar terjadi hingga sampai menekan dirinya.
Resiliensi dipengaruhi oleh faktor internal yang meliputi kemampuan gender, kognitif dan juga keterikatan seseorang dengan budaya, selain itu ada faktor eksternal yaitu dari keluarga dan komunitas. Resiliensi pada seseorang ialah saat ia memiliki kemampuan untuk mengontrol emosi, tingkah laku dan atensi dalam menghadapi suatu masalah. Berikut adalah hal yang dapat membentuk resiliensi :
Regulasi emosi
Suatu kemampuan untuk tetap tenang saat merasa dalam kondisi yang penuh dengan tekanan. Seseorang yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dapat mengendalikan dirinya apabila saat merasa kesal dan dapat mengatasi rasa cemas, sedih sekaligus marah. Meregulasi emosi dapat mempercepat dalam pemecahan masalah. Mengekspresikan emosi, baik negatif maupun positif merupakan hal yang sehat dan konstruktif asal dilakukan dengan cara yang tepat.
Pengendalian impuls
Suatu kemampuan dalam mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dalam diri sendiri. Seseorang yang memiliki mengendalikan impuls rendah sering mengalami perubahan emosi yang begitu cepat yang cenderung mengendalikan perilaku dan pikiran. Nah, seseorang yang mudah kehilangan kesabaran, mudah marah, impulsif bahkan berperilaku agresif pada situasi-situasi kecil yang tidak terlalu penting, sehingga lingkungan sosial di sekitarnya merasa kurang nyaman dengan adanya seseorang ini dapat mengakibatkan munculnya permasalah dalam hubungan sosial.
Optimisme
Seseorang yang resiliensi adalah seseorang yang memiliki kepribadian yang optimis. Seseorang yang memiliki harapan di masa depan juga percaya dapat mengontrol arah hidupnya. Dibandingkan dengan seseorang yang pesimis, seseorang yang optimis lebih sehat secara fisik. Potensi mengalami depresi sangat kecil, berprestasi, lebih produktif dalam pekerjaan dan senang berolahraga. Optimisme mengimplikasikan bahwa dirinya percaya dapat menangani permasalahan-permasalahan yang muncul di masa yang akan datang.
Empati
Suatu sikap menggambarkan bahwa seseorang mampu membaca tanda-tanda psikologis dan emosi dari orang lain. Empati ini mencerminkan seberapa baiknya seseorang dalam mengenali keadaan psikologis dan kebutuhan emosi orang lain.
Analisis penyebab masalah
Yaitu merujuk pada kemampuan seseorang yang secara akurat mengidentifikasi penyebab-penyebab dari permasalah seseorang. Jika seseorang tidak mampu memperkirakan penyebab dari permasalahannya secara akurat, naka dirinya kerap akan membuat masalah yang sama.
Efikasi diri
Suatu keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Seseorang dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil. Seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Seseorang tidak merasa ragu karena memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya.
Peningkatan aspek positif
Resiliensi merupakan kemampuan yang meliputi peningkatan aspek positif dalam hidup. Seseorang yang meningkatkan aspek positif dalam hidup, mampu melakukan dua aspek ini dengan baik, yaitu: (1) mampu membedakan risiko yang realistis dan tidak realistis, (2) memiliki makna dan tujuan hidup serta mampu melihat gambaran besar dari kehidupan. Seseorang yang selalu meningkatkan aspek positifnya akan lebih mudah dalam mengatasi permasalahan hidup, serta berperan dalam meningkatkan kemampuan interpersonal dan pengendalian emosi.
Seseorang yang beresiliensi harus memiliki tiga faktor tersebut, yaitu I am, I have dan I can. Mereka yang hanya memiliki salah satu faktor saja tidak termasuk orang yang beresiliensi.
Dan yang terpenting dalam Resiliensi adalah saat seseorang sudah menerima dirinya sendiri, maka ia akan mengetahui apa yang ia butuhkan dan harus lakukan.
SUMBER REFERENSI
Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor. New York: Broadway Books
Grotberg, E. (1995). A Guide to promoting resilience in children: Strengthening the human spirit. Bernard Van Leer Foundation.
IndoPositive. 7 Hal yang Mampu Membentuk Resiliensi. Retrieved from : https://www.indopositive.org/2019/08/7-hal-yang-mampu-membentuk-resilensi.html
Comments
Post a Comment