ACCEPT YOURSELF THEN OTHER WILL: MENGENAL SELF ACCEPTANCE LEBIH DALAM
Penulis: Rania Hendradwiputri
“Terimalah dirimu sendiri sebelum menerima orang lain sepenuhnya.” Pepatah tersebut selalu ada di sekitar kita. Namun, apakah benar kita perlu menerima diri sendiri terlebih dahulu sebelum dapat menerima orang lain sepenuhnya? Jika kita tidak bisa menerima aspek tertentu pada diri kita sendiri, semisal kekurangan kita atau bahkan kelebihan sebab misalnya, pengalaman buruk di masa lalu, bilamana demikian apakah selamanya kita tidak akan pernah bisa menerima orang lain secara tulus? Apakah selamanya kita tidak akan pernah bisa mencintai orang lain apa adanya jika kita belum dapat menyayangi diri sendiri sebagaimana adanya kita?
Menurut Negi (2020), sesungguhnya pepatah tersebut ada benarnya, tetapi tidak dapat semata-mata diterima mentah-mentah. Memang, akan cukup sulit bagi kita untuk menerima kekurangan orang lain bilamana kekurangan diri sendiri juga sulit untuk diterima, semisal kita kesal orang-orang mengerjakan tugas tidak sesuai dengan standar kita, yang mana memang kita sendiri menaruh standar yang sangat tinggi bahkan ke diri sendiri ketika mengerjakan sesuatu. Akan tetapi, bukan berarti jika demikian, kita tidak dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, apalagi kita tidak dapat menyayangi orang lain sepenuh hati kita. Ada kalanya jika masing-masing manusia saling menerima kekurangan satu sama lain, maka akan jauh lebih mudah bagi diri kita sendiri untuk menerima diri, sebab orang-orang di sekitar kita menyayangi dan menerima diri kita apa adanya (Negi, 2020).
Kadang-kadang, kita malah sulit percaya orang lain memang mencintai dan menerima diri kita apa adanya, terlepas dari kekurangan kita, terlepas dari pengalaman buruk di masa lalu kita, terlepas dari kesalahan-kesalahan kita di masa lalu (Becker-Phelps, 2019). Kecemasan dan kecurigaan mulai tumbuh, “Apakah benar mereka menyayangi saya apa adanya? Apa jangan-jangan mereka hanya pura-pura?” hingga kadangkala kita malah semakin menutup diri dari sosial atau memutuskan untuk semakin menyembunyikan hal-hal negatif dalam diri kita. Akan tetapi, pada akhirnya, semua orang berhak menerima kasih sayang dan menebarkan kebaikan, terlepas bagaimanapun dirinya di masa lalu, terlepas kegagalannya selama ini, terlepas aspek-aspek negatif dalam diri (Becker-Phelps, 2019). Semua manusia berhak untuk mendapatkan dan membagikan kebaikan, bahkan termasuk diri kita sendiri.
Jadi, pepatah “terimalah dirimu sendiri sebelum menerima orang lain apa adanya” itu tidak dapat diterapkan secara mentah-mentah. Menerima diri sendiri dan menerima orang lain dapat dilakukan secara bersamaan, tidak perlu ada sebelum dan sesudah. Jika kita dalam posisi sulit memperlakukan diri sendiri dengan baik, tidak apa-apa meminta semangat dari orang sekitar. Jika ada orang sekitar yang membutuhkan bantuan, tentu boleh kita memberikan bantuan tersebut bilamana kita memang mampu. Pada akhirnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan pernah dapat hidup 100% sendirian. Kita tetap memerlukan dukungan dari lingkungan yang positif dan sehat untuk dapat mencapai kesejahteraan psikologis yang baik. Diiringi dengan membangun kemampuan diri secara berkala, niscaya kita semua akan puas dengan diri kita sendiri ke depannya dan dapat berkata, “Hai, diriku, terima kasih sudah berjuang sejauh ini.”
SUMBER REFERENSI
Becker-Phelps, L. (2019, August 21). Do You Really Have to Love Yourself Before You Can Love Someone Else? WebMD. Retrieved from https://blogs.webmd.com/relationships/20190821/do-you-really-have-to-love-yourself-before-you-can-love-someone-else
Negi, M. (2020, October 18). ‘Love Yourself Before Loving Others’ Is The Worst Advice Ever. ED. Retrieved from https://edtimes.in/love-yourself-before-loving-others-is-the-worst-advice-ever/
Comments
Post a Comment