TOXIC POSITIVITY BISA MENYANGKAL EMOSI NEGATIF
Berpikir positif memang memiliki dampak
yang baik untuk diri kita dan untuk seseorang. Namun pikiran yang terlalu
positif bisa menyangkal emosi negatif seperti sedih, marah, atau kecewa, dari
suatu peristiwa yang terjadi. Padahal, penting untuk kita mengekspresikan dan
merasakan emosi negatif itu.
Menurut Dr. Jaime Zuckerman, Psikolog
asal Pennsylvania, Toxic Positivity adalah anggapan yang muncul baik dari diri
sendiri atau orang lain, bahwa kita harus selalu memposisikan diri supaya dapat
berpikir positif meskipun sedang mengalami emosi negatif atau situasi yang
sulit (Riliv, 2021).
Toxic positivity membuat seseorang untuk menghindari emosi negatif atau pikiran negatif. Toxic positivity juga membuat
orang merasa tertekan untuk berpura – pura bahagia padahal ia sedang terpuruk.
Dilansir dari laman alodokter, jika
kita terus menyangkal emosi negatif dalam jangka panjang maka bisa menimbulkan
berbagai masalah kesehatan mental, seperti stress berat, cemas atau
sedih yang berkepanjangan, gangguan tidur, penyalahgunaan obat terlarang, depresi
dan post-traumatic stress disorder (PTSD).
Pada umumnya toxic positivity muncul
melalui ucapan. Berikut ini beberapa contoh toxic positivity, yaitu:
- Menepis kekhawatiran seseorang dengan mengatakan, "itu mah masih mending, di luar sana masih banyak orang yang lebih menderita dari kamu".
- Mendesak seseorang untuk fokus pada aspek positif dari kehilangan dengan mengatakan, "tetap ambil sisi positifnya dari kejadian ini".
- Mendesak orang untuk berkembang, tidak peduli kesulitan apa yang sedang mereka hadapi dengan berkata "gak usah dipikirin, mending kamu lakukan hal - hal yang membuat kamu bisa berkembang".
- Disaat kamu sedang dihadapi dengan masalah yang bertubi - tubi, orang lain malah memberikan respon dengan mengatakan, "yuk bisa yuk" ataupun sebaliknya.
Pernyataan – pernyataan seperti itu
sering kali bermaksud baik mungkin orang tersebut tidak tahu harus mengatakan
apa dan tidak tahu bagaimana bersikap empati. Namun, penting untuk mengetahui
bahwa respon tersebut bisa memperburuk perasaan seseorang.
Selain ucapan, media sosial kerap kali bisa memicu toxic positivity karena tanpa disadari apa yang ditampilkan di media sosial adalah sisi terbaik dari kehidupan seseorang. Ketika kita melihat media sosial orang lain yang hidupnya tampak sempurna, mungkin kita akan menjadi lebih mudah sedih dan terpuruk. Bahkan ketika kita sedang sedih, sebisa mungkin kita akan menutupinya dari media sosial. Hal ini membuat kita menolak segala emosi negatif karena ingin selalu terlihat sempurna.
Cara Menghindari Toxic Positivity
Jika kamu terpengaruh oleh sifat toxic
positivity atau jika kamu mengenali perilaku semacam ini dalam dirimu ada
beberapa hal yang dapat kamu lakukan untuk mengembangkan pendekatan yang lebih
medukung. Beberapa ide meliputi:
- Kelola emosi negatif kamu, tetapi jangan menyangkalnya. Emosi negatif dapat menyebabkan stress jika tidak dikendalikan, namun emosi negatif tersebut dapat memberikan informasi penting yang dapat membawa perubahan yang bermanfaat dalam hidupmu.
- Bersikaplah realistis tentang apa yang seharusnya kamu rasakan. Saat kamu menghadapi situasi stress, wajar jika kamu merasa stress, khawatir, atau bahkan takut. Namun jangan terlarut dengan rasa tersebut cukup rasakan dan ekspresikan perasaanmu. Kemudian perbaiki situasimu supaya emosimu normal kembali.
- Fokus pada mendengarkan orang lain dan menunjukkan dukungan emosional. Ketika seseorang mengekspresikan emosi yang sulit, jangan menutupnya dengan kata - kata yang toxic seperti contoh diatas. Katakan pada dia bahwa apa yang ia rasakan adalah normal dan kamu ada di sana untuk mendengarkannya serta tawarkan bantuan untuk mengatasi masalah tersebut.
- Perhatikan bagaimana perasaanmu. Jika kamu merasa media sosial membuatmu menolak segala emosi negatif karena melihat hidup orang lain selalu terlihat sempurna. Kamu bisa mempertimbangkan untuk membatasi konsumsi media sosialmu.
Perlu diketahui toxic positivity
sering kali tidak kita sadari, dan kita semua terlibat dalam jenis pemikiran
ini. Namun, dengan belajar mengenalinya, kita akan lebih mampu melepaskan diri
dari jenis pemikiran ini. Mulailah perhatikan pernyataan toxic dan
berusahalah untuk membiarkan diri kita dan orang lain merasakan emosi dan mengekspresikan
emosi yang sedang dirasakan, baik yang positif maupun negatif. Tidak perlu
menyangkal emosi negatif dan berpura – pura selalu bahagia. Setiap orang memiliki
warna – warni kehidupannya sendiri. Ada saatnya kita merasa bahagia, ada
saatnya kita bisa merasa sedih dan kecewa.
Jika kamu memiliki masalah menyangkut toxic
positivity sampai merasa kualitas hidupmu terganggu, janganlah ragu untuk
berkonsultasi dengan Psikolog.
Yayasan cintai diri Indonesia juga
menyediakan layanan konseling dengan Psikolog atau peer counselor. Untuk
informasi lebih lanjut, silakan klik link ini berikut ini https://taplink.cc/loveyourself_indonesia
Penulis: Nabilah Nafabrianti (Fakultas
Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila)
Refrensi:
Zawn, Villines. (2021, March 30). What
to know about toxic positivity. https://www.medicalnewstoday.com/articles/toxic-positivity#is-it-ok-to-be-negative
Ditinjau oleh Dr. Kevin Adrian. (2021, May 11). Mengenal
Lebih Jauh Tentang Toxic Positivity. https://www.alodokter.com/mengenal-lebih-jauh-tentang-toxic-positivity
Cherry, Kendra. (2021, February
01). What Is Toxic Positivity?. https://www.verywellmind.com/what-is-toxic-positivity-5093958
D, Annisa Abdillah Z. (2021, Agustus 03). Pengertian
Toxic Positivity: Seberapa Bahayakah?. https://riliv.co/rilivstory/toxic-positivity-pengertian/
Comments
Post a Comment