MILENIAL DAN SINDROM FEAR OF MISSING OUT

Generasi Milenial dan Internet
Generasi milenial  merupakan generasi yang tengah gencar dijadikan topik perbincangan beberapa waktu belakangan ini. Dianugerahi tumbuh pada era internet dan digital,yang serba cepat dan canggih, generasi ini telah menarik tidak sedikit pihak untuk mengulik seluk beluknya. Di dunia jumlah populasi generasi milenial cukup banyak, yaitu sepermpat dari jumlah populasi seluruh manusia yang ada di dunia. Sedangkan di Indonesia, terdapat 5,1 juta jiwa yang termasuk kelompok generasi milenial dan tersebuar diberbagai wilayah yang ada di di Indonesia.
Berbicara mengenai generasi milenial yang tumbuh di era internet dan digital, Indonesia merupakan negara dengan urutan kelima terteinggi didunia terkait penggunaan internet. Sementara pengguna internet terbanyak di Indonesia menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) didominasi oleh generasi milenial (Haryanto,2019). Perkembangan internet memang menimbulkan kemudahan  sekaigus menjadi boomerang dapat mengancam apabila digunakan secara berlebihan. Salah satu efek yang ditimbulkan dari penggunaan internet adalah munculnya gejala FoMO atau Fear of Missing Out. 

Fenomena Fear of Missing Out (FoMO)
FoMo merupakan sebuah kondisi dimana muncul keinginan yang besar dalam diri seseorang untuk selalu terhubung dengan orang lain di dunia maya. Seseorang dapat menghabiskan banyak waktunya untuk mengecek media sosial dengan  tujuan melihat aktivitas yang dilakukan orang lain didunia maya. FoMO dapat  menjadi sesuatu yang akan membahayakan bila tidak dicegah khususnya bagi generasi milenial yang internet seperti sudah menjadi bagian hidupnya (Masyitoh dkk, 2020). Kemunculan FoMO dapat dipahami sebagai krisis dalam melakukan regulasi diri dan akibat tidak terpenuhinya tiga hal, yaitu kebutuhan akan kompetensi, kebutuhan akan otonomi dan kebutuhan akan keterhubungan (Christina dkk, 2019). 

Dampak FoMO terhadap Milenial
Semakin tinggi penggunaan media sosial maka semakin besar kemungkinan seseorang mengalami FoMO. Individu yang mengalami FoMO biasanya terdorong untuk melakukan perbandingan dengan kemampuan yang dimiliki dengan orang lain. Fenomena FoMO juga dapat mengganggu kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis seseorang. Seseorang yang mengalami sindrom FoMO  tinggi biasanya memiliki tingkat kepuasan yang rendah terhadap hidupnya.  Dampak lainnya adalah terhambatnya kualitas komunikasi dan hubungan non virtual karena terlalu fokus pada unggahan-unggahan yang bermunculan disosial media, adanya indikasi dari keadaan sosial dan emosi negative seperti kebosanan, kesepian, dan kecemasan sosial. 
Lebih lanjut, apabila milenial yang rata-rata merupakan kelompok remaja hingga remaja menuju dewasa (emerging adulthood) mengalami FoMO maka tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan penurunan produktivitas, motivasi belajar, pencapaian akademik, kesejahteraan emosional dan terganggunya proses belajar (Sianipar, N & Kaloeti, 2019). 

Upaya Mengatasi FoMO
Kemampuan untuk menyusun strategi sehingga konsisten dalam upaya mencapai tujuan sangat diperlukan generasi milenial untuk menghadapi sindrom FoMO yang bisa saja menyerang apabila kita mulai lengah. Kemampuan tersebut disebut dengan regulasi diri. Regulasi diri yang baik ditandai dengan kemampuan seseorang dalam menggunakan media sosial dengan tepat sasaran dan tidak berlebihan. Ada saatnya kita memerlukan informasi dari media sosial, tetapi jangan lupakan bahwa kita perlu melakukan relaksasi pikiran dan perasaan, sehingga tidak berujung mengalami sindrom FoMO. Lalu, yakini bahwa terkadang apa yang ditampilkan di sosial media belum tentu sama seperti pada kenyatannya. Hal ini dapat membantu kita untuk berhenti membanding-bandingkan diri dengan orang lain yang kita anggap hebat, keren atau beruntung jika dilihat dari unggahan di media sosialnya. Cara regulasi diri yang ketiga adalah memfollow akun yang bermanfaat dan dapat memberikan informasi positif dan bisa membuat diri kita berkembang. Kemudian yang terakhir, kita bisa lebih banyak melakukan quality time di kehidupan nyata dengan keluarga, sahabat, supaya tidak terjebak dengan ilusi dunia maya yang belum tentu kesesuainnya. 
Yakinlah bahwa diri kita sendiri yang menjadi saingan dalam kehidupan, bukan orang lain. Tak perlu membanding-bandingkan diri dengan orang lain, sebab masing-masing orang berproses dengan cara yang tak sama, memiliki misi dan tujuan hidup yang berbeda. 


Oleh : Dinar Salsabilla 
(Mahasiswa Psikologi angkatan 2018 UIN Walisongo Semarang)

Christina, Riska., Muhammad Salis Yuniardi., & Adhyatman Prabowo. (2019). Hubungan Tingkat Neurotisme dengan Fear of Missing Out (FoMO) pada Remaja Pengguna Aktif  Sosial Media. Indegenous : Jurnal Ilmiah Psikologi. 4(2). 107
Masyitoh., Ifdil., & Zadria Ardi. (2020). Tingkat Kecenderungan FoMO (Fear of Missing Out) Pada Generasi Millenial. Journal of Counselling, Education and Society. 1(1). 2
Sianipar, Nicho Alinton., Dian Veronika Sakti Kaloeti. (2019). Hubungan antara Regulasi Diri dengan Fear of Missing Out (FoMO) pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Jurnal Empati. 8(1). 138
https://inet.detik.com/telecommunication/d-4551389/pengguna-internet-indonesia-didominasi-milenial diakses pada 18 Juni 2021 pukul 09.04
https://bpkpenabur.or.id/jakarta/smak-2-penabur/berita/berita-lainnya/fomo diakses pada 18 Juni 2021 pukul 11.57


Comments

Popular posts from this blog

Bedanya kebutuhan emosi pria dan wanita

Evaluasi dan Refleksi Diri, Caranya?

Apa Itu Conformity?